Thursday, 13 August 2020

Cara Jepang Belajar di rumah semasa pandemi

Cara Jepang Saat Anak Belajar di Rumah

Saat ditemukan kasus positif Corona akhir Februari pada siswa SMP (kebetulan satu SMP dengan anak saya), anak sekolah SMP langsung diliburkan. Waktu itu hari minggu, tiba-tiba sensei telfon. Intinya mengabarkan bahwa mulai Senin semua anak kelas 1 sampai kelas 3 diliburkan.

Karena di tempat lain penyebaran virus semakin masif, sekitar awal bulan Maret Perdana Menteri mengumumkan bahwa sekolah SD, SMP dan SMA di seluruh Jepang diliburkan.

Seperti biasa setiap kebijakan pasti tidak bisa menyenangkan semua orang. Keputusan perdana menteri ini mengundang pro dan kontra. Tapi pemerintah tidak bergeming dengan keputusannya. Melindungi anak-anak dari penyebaran virus lebih penting dari pada menanggapi mereka yang pro dan kontra.

Beberapa hal yang dilakukan sekolah terkait anak belajar di rumah yang saya ingat saya rangkum dalam tulisan singkat berikut. Jika ada yang kurang atau terlupa bisa nanti ditambahkan.

Tidak pernah ada pembelajaran daring. Tidak pernah anak-anak membuat tugas yang berhubungan dengan internet. Semua tugas diberikan secara fisik. Pernah orang tua dikirim password untuk mengambil bahan ajar di situs internet. Seingat saya sekali, tetapi penyerahan tugas itu tidak melalui internet.

Boleh dikatakan rakyat Jepang melek internet. rasanya tidak ada rumah tangga yang tidak punya akses internet di sini. Tetapi tugas anak tidak diberikan melalui media itu. Mengumpulkan tugas juga tidak pakai internet. Mungkin kebijakan ini untuk menghindari anak-anak terpapar secara masif dengan Gadget.

Pekerjaan rumah tetap diberikan seminggu sekali. Setiap minggu ada pos yang mengirim tugas tersebut dalam sebuah amplop. Anak-anak mengerjakan di rumah.

Secara berangsur mulai tanggal 1 Juni sekolah secara resmi dibuka kembali. Caranya anak-anak dibagi menjadi 2 kelompok. Misalnya No absen 1-15 ke sekolah hari Senin. No absen 16-30 hari Selasa dan seterusnya. Selang seling, dan belajar hanya sebentar tidak full day seperti biasa.

Sedangkan anak SMP sebelum tanggal 1 Juni sudah sekolah sekali seminggu untuk mengumpulkan tugas saja.

Anak-anak wajib pakai masker. Setiap hari suhu tubuh harus diperiksa di rumah. Anak-anak wajib menulis berapa suhunya pada sebuah Kertas yang sudah disediakan. Setelah itu wajib paraf atau tanda tangan orang tua. Kertas itu dibawa ke sekolah setiap hari.

Jika ada anggota keluarga yang sakit anak-anak tidak boleh ke sekolah walaupun anaknya sehat.

Anak-anak Jepang boleh dikatakan sedikit berinteraksi dengan orang lain atau berkerumun saat sekolah. Karena mereka berangkat sekolah jalan kaki. Di sekolah tidak ada kantin atau koperasi apalagi pedagang asongan di areal sekolah. Jadi kemungkinan terpaparnya bisa diminimalisir.

Sampai hari hari ini sekolah di kota kami sudah berjalan normal full day seperti biasa. Dengan tetap masih mematuhi protokol covid yang saya ceritakan di atas.

Saya tidak tau apakah model seperti ini bisa diterapkan di tanah air. Menginggat kesadaran orang tua untuk memakai masker belumlah terlalu tinggi. Apalagi kesadaran anak dan lingkungan.

Saya bisa memahami kekhawatiran pemerintah akan rentannya anak-anak terpapar virus. Saya juga bisa mengerti kegundahan orang tua yang selama ini mempercayakan pendidikan anaknya pada sekolah. Khususnya orang tua di daerah terpencil. Saya juga berempati kepada guru yang dituntut masuk sekolah sedangkan anaknya sendiri harus belajar di rumah.

Sungguh ini kondisi yang tidak nyaman bagi kita semua. Kita seperti memakan pil pahit Corona. Tapi percayalah, disetiap kesulitan itu pasti ada kemudahan.

Jika saya boleh usul kepada pemerintah, jika ingin normal kembali sekolah dibuka secara bertahap. Jumlah siswa dibatasi dengan cara digilir hari atau jam masukknya. Jika cara ini belum bisa meredakan kekhawatiran pemerintah, guru sebaiknya memberikan tugas kepada anak dalam bentuk fisik. Sehingga bagi mereka yang terbatas internet tetap dapat belajar.

Prosesnya berangsur, kemudian evaluasi. Jika aman, berikutnya sekolah bisa dilaksanakan secara normal seperti sebelum covid. Jika ada yang terpapar, jangan coba-coba ambil resiko. Menyelamatkan nyawa anak-anak jauh lebih penting.

Walahualam bishowab...

Sumber :Copi paste

0 comments:

Post a Comment